Profil

Ahmad Mufid Bisri
Pertama kali hadir di dunia pada 15 September tepatnya pada hari Senin (jangan dipelet) tahun 1986 (kata ortu sih) di satu pedesaan yang penghuninya bangga menyebut “Jatisari” Kec. Wilangan sebelah barat kota Nganjuk Jawa timur.
Sejak Lulus MI (kurang lebih tahun 1997) harus meninggalkan kampung halaman demi satu mimpi yang sering ditanyakan oleh kedua orang tua.

Ijasah Tsanawiyyah berhasil didapatkan di Mts. Miftahul Huda Semanding Saradan, Madiun (Tiga tahun dilalui dengan status santri. Belum puas dengan lembaran “penting” itu harus dilanjutkan nyantri lagi. Kali ini yang jadi tujuan adalah kota Jombang. Tepatnya di Pesantren Tebuireng. Pondok itu didirikan oleh Syekh KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri Jam’iyyah Nahdhotul Ulama’) dan sekarang diasuh oleh KH. Ir Salahuddin Wahid (adiknya Gusdur). Lulus Aliyah pada tahun 2004 di MASS Aliyah Tebuireng.

3 tahun tak terasa berada di sana. Kemudian dilanjutkan perkelanaan ini ke Malang. Kali pertamanya meninggalkan dunia pesantren. Alih-alih mengadu nasib mendaftar kuliah D1 jurusan Teknik Informatika dan Komputer di Wearnes Pusat Malang (www.wearneseducation.com). Selama satu tahun memang hari-hari sulit sebab harus “banting setir” (dari kecil ngaji besarnya malah ambil jurusan komputer) pergaulanpun tak terbendung. Namun hal itu merupakan tatangan sendiri.

Singkat cerita, pada tanggal 1 Agutus 2005 dinyatakan lulus setelah ujian komprehensip 3 jam (Bayangkan 3 jam ini merupakan penentuan nasib kuliah selama satu tahun).

Back to Tebuireng
Ternyata kelulusan itu adalah awal perjuangan sebenarnya. Menentukan sendiri ke mana selanjutnya harus melangkakan kembali kaki ini membawa asa adalah pekerjaan super susah? Setelah melalui tujuh kali keliling pusing (apa ya maksudnya?) keputusannya adalah kembali kembali ke Tebuireng, Pesantren yang dulu pernah memberi tumpangan mencari ilmu Allah. Status santripun kembali melekatdi sana. Luar biasa ternyata ilmu komputer juga dibutuhkan di Pesantren. Itu berawal dari perkenalan (lebih sopan memakai kata “sowan”) dengan para Gus (Julukan untuk anak Kyai atau orang yang punya kedudukan tinggi) di sana dan mendapatkan kepercayaan untuk membantu beberapa keperluan Pesantren terutama yang berkaitan dengan komputer.

Di Samping itu mendaftar di IKAHA (Institut Keislaman Hasyim Asy’ari) Tebuireng dengan Jurusan Syari’ah Peradilan Agama (Banting setir lagi). Sampai sekarang menjalani hari-hari di pesantren dan Institut ini, sekali lagi demi sebuah mimpi.

Ya, satu impian yang kata bang Iwan Fals “sering ganggu tidurmu”. Memang demi impian itu kita harus bekerja keras. Tak pelak tidurpun sering gak nyanyak. Malam jadi siang, siang jadi malam, hidup ala kadarnya di bawah naungan sang Maha Kuasa.

Penting rasanya diperkenaljuga, Sang Maha Kuasa itu adalah Allah. Percaya atau tidak (wajib percaya) Dia adalah Dzat yang jiwa raga kita semua berada dalam “Gengggaman tangan-Nya”. Karena Dia juga kita masih bias bernafas, dan semoga hari-hari nafas kita selalu tercurah untuk kebaikan yang selalu diridhoi-Nya. Amin……..

Jika hidup adalah perjuangan, maka berjuanglah dalam kebaikan. Kebaikan yang dibalas dengan kebaikan, itu wajar. Kebaikan yang dibalas dengan kejahatan, harus sabar. Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan, itu dendam. Kejahatan yang dibalas dengan kebaikan, itulah harapan.